PUISI Jalaludin Arrumi "Tiada Sedikit Pun Mencukupi Tanpa Kehendak Allah"
Kita dapat mengambil resapan dari puisi ini yang berjudul Tiada sedikit pun Mencukupi tanpa Kehendak Allah SWT. Betapa dalam arti dari sebuah puisi yang dikaryakan oleh Jalaluddin Arrumi ini. Semoga bermanfaat.
Tetapi sungguh penyiapan diri kita
untuk menempuh jalan yang membentang di depan
tidaklah cukup: tiada sedikit pun mencukupi
tanpa kehendak Allah!
Tanpa kehendak Allah dan mereka yang dipilih-Nya,
siapa pun diri kita,
lembaran kita tetaplah hitam.
Yaa Allah,
kelimpahan-Mu memenuhi setiap kebutuhan,
tidaklah diizinkan untuk menyebutkan
sesuatu pun di sisi-Mu.
Alangkah berlimpahnya, Alangkah berlimpahnya
petunjuk yang telah Kau anugerahkan;
selama ini telah Engkau tutupi
begitu banyak aib dan cacat-cela kami.
Karena setitik pengetahuan
yang telah Engkau berikan sebelum kami disini—
sampai kini rindu kami bersatu dengan lautan-Mu.
Setitik pengetahuan yang berada di dalam jiwa kami ini:
bebaskan dia dari syahwat dan kungkungan tanah-liat ini.
Sebelum tanah-liat ini menghirupnya-habis,
sebelum angin ini menyapunya.
Sungguhpun, ketika dia tertiup jauh,
Engkau dapat meraihnya kembali, dan memulihkannya.
Setitik air yang telah menguap di udara
atau tertumpah ke tanah—kapankah dia keluar
dari perbendaharaan-Mu,
wahai yang Maha-Menguasai.
Jika dia telah beranjak memasuki ketiadaan—
atau seratus ketiadaan—segera dia bergegas kembali
jika Engkau memanggilnya.
Ratusan ribu pihak telah saling membunuh satu sama lain:
Seruanmu membangkitkan kembali mereka dari ketiadaan.
Yaa Rabb,..
karavan demi karavan melesat terus-menerus
dari ketiadaan menuju keberadaan.
Setiap malam,
semua pemikiran dan pemahaman menjadi kosong,
mencebur ke Laut yang dalam;
Lalu, ketika fajar merekah,
mereka yang Ilahiah itu menyembulkan kepala dari Laut,
bagaikan ikan.
Ketika musim gugur tiba,
tak-terhitung cabang-ranting dan dedaunan membusuk
ke dalam lautan Kematian.
Sementara di taman,
burung gagak bergaun hitam-pekat,
bagaikan pelayat yang meratapi gugurnya tanam-tanaman.
Lalu, dari Sang Penguasa datang perintah kepada ketiadaan:
“Kembalikan apa yang telah engkau telan!
Wahai Kematian yang hitam,
kembalikanlah tanaman, bunga-bunga, dedaunan
dan rerumputan yang telah engkau telan!”
Wahai saudaraku,
kumpulkanlah kecerdasanmu dan pertimbangkanlah:
dari saat ke saat, terus-menerus beredar musim gugur
dan musim semi di dalam dirimu.
Pandanglah taman qalb:
hijau dan berembun dan segar,
penuh kuntum mawar, cemara dan melati;
Ranting-dahan tersembunyi lebatnya dedaunan,
padang yang luas dan istana yang tinggi,
tersembunyi oleh lebatnya bunga-bunga.
Kata-kata ini bersumber dari Akal Sejati,
bagaikan wanginya bunga-bunga, cemara dan bakung itu.
Apakah engkau bisa mencium wanginya mawar,
sementara kuntumnya tiada?
Apakah bisa engkau memandang busanya anggur,
sementara anggurnya tiada?
Wewangian itu adalah panduan
yang membimbingmu berjalan:
itu akan membawamu ke Jannah dan Kautsar.
Wewangian adalah obat untuk mata yang buta;
dia adalah pemantik cahaya:
mata Jakub terbuka oleh suatu wewangian.
Bau-busuk menggelapkan mata;
wanginya Jusuf menyembuhkannya.
Engkau bukanlah seorang Jusuf;
karenanya, jadilah seperti Jakub:
bersikaplah bagaikan beliau,
akrabilah linangan air-mata dan kesedihan mendalam.
Dengarlah nasehat dari Hakim Sana’i ini,
agar terasa kesegaran di raga rentamu:
“Kehinaan memerlukan sebuah wajah bagaikan mawar;
jika tidak engkau miliki wajah seperti itu,
janganlah engkau beredar kesana-kemari sambil marah.
Akhlak rendah adalah kehinaan dalam wajah yang buruk,
kepiluan adalah sakit-mata di mata yang buta.”
Pada kehadiran Jusuf jangan biarkan dirimu menyombong
dan berlagak seakan dirimu cantik:
tiada lain yang perlu engkau tawarkan kecuali permohonan
dan rintihan seorang Jakub.
Makna dari kematian,
sebagaimana disampaikan oleh sang burung beo,
adalah memohon dengan merendahkan diri:
matikanlah dirimu-sendiri dalam permohonan ampun
dan kefakiran jiwamu,
Sehingga hembusan Isa dapat menghidupkanmu-kembali,
dan membuatmu cantik dan dirahmati,
sebagaimana sejatinya dirimu.
Bagaimanakah sebongkah batu
dapat tertutupi oleh limpahan kehijauan musim Semi?
Jadilah tanah, sehingga dapat engkau mekarkan
beragam bunga aneka warna.
Telah bertahun-tahun engkau bagaikan batu yang tajam—
cobalah sesuatu yang segar:
serahkanlah dirimu, jadilah seperti tanah!
by. www.dokumenpemudatqn.com